Integrity

"The first principle is that you must not fool yourself -- and you are the easiest person to fool. So I wish you... the good luck to be somewhere where you are free to maintain your integrity, where you do not feel forced by a need to maintain your position in the organization, financial support, or so on, to lose your integrity.

May you have that freedom."

Richard Feynmann


Minggu, 15 Maret 2009

Melindungi Penderita HIV/AIDS dari Prasangka Sosial

Melindungi Penderita HIV/AIDS dari Prasangka Sosial

Kelemahan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi penderita HIV/AIDS. Selain masalah itu, penderita HIV/AIDS juga seringkali menghadapi masalah kejiwaan baik yang disebabkan oleh pembawaan sikap sang penderita itu sendiri maupun yang disebabkan oleh prasangka masyarakat.
Sebagai informasi, virus HIV adalah virus yang secara langsung menyerang sistem kekebalan tubuh kita. Virus ini sendiri tidaklah mematikan, tapi melemahkan ketahanan tubuh kita terhadap serangan penyakit-penyakit lainnya. Akibatnya apabila sistem pertahanan tubuh kita sudah sangat lemah, penyakit-penyakit biasa seperti influenza dapat menyebabkan efek yang fatal bagi penderita HIV/AIDS. Virus ini menyebar melalui cairan tubuh seperti darah dan juga air mani.
Pada awal penyebaran wabah virus HIV di dunia, penyakit ini lebih sering menyebar melalui aktivitas yang negatif. Pada mulanya AIDS berjangkit di kalangan homoseksual, dan pecandu narkotika. AIDS juga dikaitkan dengan perilaku berganti-ganti pasangan. Hal ini dikarenakan penyebaran virus HIV/AIDS melalui cairan tubuh tertentu yang terkait dengan hubungan seksual.. Karena proses penyebarannya itulah, penderita HIV/AIDS sering diidentikkan dengan perilaku yang negatif. Itulah penyebab seorang penderita HIV/AIDS sering mendapatkan prasangka negatif dari masyarakat.
Yang menjadi masalah di sini bukanlah mengenai baik atau buruknya perilaku sang penderita AIDS. Penyakit ini juga bisa menyebar dengan aktivitas yang “bersih”. Orang yang menerima transfusi darah dengan menggunakan jarum bekas dan janin yang memiliki ibu seorang penderita AIDS, dapat mengidap penyakit ini juga, tanpa melakukan aktivitas yang amoral. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita bisa menghentikan laju penyebaran HIV/AIDS dan bagaimana menolong para penderita.
Penderita HIV/AIDS seringkali tidak mendapatkan pertolongan yang memadai. Kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat dan kurangnya keberanian untuk mencari pertolongan, menyebabkan seorang penderita HIV/AIDS kesulitan dalam mencari bantuan. Masyarakat cenderung menganggap bahwa HIV/AIDS adalah penyakit kutukan.
Penulis sendiri sering mendengar ceramah yang menyinggung permasalahan seputar AIDS. Bila orang awam mendengar isinya, maka akan timbul kesan bahwa: AIDS adalah azab dari tuhan, penderita AIDS adalah orang yang tidak setia, orang yang suka pergaulan bebas, atau penderita AIDS adalah seorang gay atau lesbian. Mungkin sang penceramah, bermaksud baik. Mungkin ia hanya ingin mengajak masyarakat untuk menjauhi perbuatan buruk. Tapi, mungkin ia juga tidak tahu bahwa isi ceramah itu memiliki kesan yang jauh berbeda terhadap orang yang sudah menderita HIV/AIDS. Orang yang sudah tidak bisa berbuat apapun untuk memutar waktu kembali seperti ketika ia masih sehat. Dan juga mungkin, isi ceramah itu ada benarnya dalam sebagian besar kasus, tapi masalah HIV/AIDS adalah masalah multidimensional yang penanganannya memerlukan kejelian yang luar biasa dan menanganinya harus dari berbagai segi kehidupan.
Dari segi fisik penderita HIV/AIDS tidaklah harus menampakkan gejala-gejala tertentu yang bisa dilihat dari luar. Pada kenyataannya banyak juga penderita HIV/AIDS yang tampak segar bugar dari luar. Bahkan untuk penderita HIV/AIDS yang cukup parah, masih ada obat-obatan yang bisa menghambat laju infeksi di dalam tubuh. Sebenarnya apabila seseorang terdiagnosis menderita HIV/AIDS, itu bukanlah akhir dari kehidupan seseorang. Seseorang tidaklah harus kehilangan harapan, impian dan cita-citanya hanya karena virus ini. Yang saya coba katakan adalah, kita bisa menangani masalah penyebaran HIV/AIDS ini kalau kita mau.
Sayangnya, sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, penderita HIV/AIDS seringkali mendapat prasangka negatif dari masyarakat. Hal ini dapat menghambat seorang penderita untuk mendapatkan pertolongan secara profesional. Yang lebih parah, tekanan mental yang dialami seseorang penderita dapat melemahkan hasratnya untuk hidup dan mengurangi ketahanan tubuhnya lebih lanjut. Tekanan mental ini tidak hanya disebabkan oleh cercaan masyarakat, tapi bahkan bisa disebabkan semata-mata karena kekhawatiran dalam batin sang penderita itu sendiri.
Ada cerita tentang seorang wanita di Amerika, seorang wanita kulit hitam, yang ikut bekerja membantu suaminya sebagai seorang kasir di sebuah supermarket. Ia punya 3 orang putri yang masih bersekolah. Hidup mereka termasuk pas-pasan. Tapi mereka adalah keluarga yang harmonis dan bahagia dan penuh dengan rasa kekeluargaan. Itu semua berubah, saat suatu hari ia didiagnosis menderita HIV/AIDS.
Anak-anaknya sekarang menjauhinya, memeluk ibunya pun ketakutan. Suaminya juga berubah, ia tidak pernah lagi mencium istrinya, tidak pernah lagi bercanda tawa bahkan hampir tidak pernah lagi berbicara. Mereka tidak pernah bercerai, keluarga itu tetap dalam kondisi itu sampai akhir hayat wanita itu. Bayangkan bagaimana perasaan anda kalau hal itu terjadi pada keluarga anda.
Atas alasan itulah, kita harus memberikan dukungan moral kepada penderita HIV/AIDS. Kita tidak boleh menjauhi mereka. Kita justru harus bersedia membantu seorang penderita HIV/AIDS dalam menghadapi penyakitnya. Kita harus membantu sang penderita untuk mendapatkan pertolongan tenaga medis secara profesional. Kita harus membantu dengan segala kemampuan yang kita punya, apa saja yang anda bisa untuk meringankan penderitaan mereka.
Untuk menangani masalah HIV/AIDS, kita harus proaktif dalam memberikan penyuluhan tentang permasalahan seputar HIV/AIDS. Dalam penyuluhan itu kita harus menerangkan masyarakat bagaimana sebenarnya virus HIV menyebar. Selain itu kita juga harus menerangkan mengenai bagaimana menghindari infeksi dari virus ini. Berjabatan tangan, berpelukan atau bentuk interaksi sosial secara fisik lainnya yang wajar tidaklah akan menyebabkan seorang yang sehat terjangkit virus HIV. Tapi yakinkah anda semua orang sudah tahu hal ini? Dan bagaimana anda yakin bahwa orang yang sudah tahupun, mau dan sudi untuk menerima seorang penderita HIV/AIDS? Itulah alasan sebenarnya mengapa kita harus memberikan penyuluhan berulang-ulang kepada masyarakat. Sebenarnya banyak orang yang sudah tahu tentang permasalahan HIV/AIDS, bahkan orang di pedesaan sekalipun. Yang menjadi masalah bukanlah pengetahuan akan masalah HIV/AIDS. Yang menjadi masalah adalah kesadaran masyarakat belum tergerak untuk mengatasi persoalan ini. Kesadaran masyarakat belum tergugah bahwa ini adalah masalah kita bersama, bukan masalah bagi sang penderita saja.
Terakhir, untuk anda yang merupakan penderita HIV/AIDS, berjuanglah. Bila masyarakat belum peduli pada diri anda, maka anda sendirilah yang harus selalu peduli terhadap nasib anda. Anda sendirilah yang harus mencari pertolongan dari manapun yang anda bisa dapatkan. Setelah itu tolonglah penderita HIV/AIDS lainnya. Bicaralah hati ke hati dengan mereka. Bila kita semua berjuang bersama atas dasar persaudaraan dan cinta kasih sesama manusia, niscaya permasalahan HIV/AIDS, akan kita bersama temukan titik terangnya.









Ari Bimo Prakoso
Absen 1
Kelas Akselerasi
SMA Labschool Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar